Kitab Perjalanan

Jumat, 28 Mei 2010

Ibu, Tamparlah Mulut Anakmu

Ibu, engkau duduk di hadapanku.
Ibu jadilah hakim yang syadid, yang
besi, bagi anak-anakmu.

Jika kutulis ini sebagai tulisan netral,
pengadilan akan empuk. Setiap kata
dari beribu bahasa bisa dipakai untuk
mementaskan kepalsuan. seratus ahli
penyusun kalimat bisa memproduksi
puluhan atau ratusan ribu rangkaian
kata yang bebas dari kenyataan dan dari
diri penyusunnya sendiri.

Kebebasan itu bisa sekedar berupa
keterlepasan kicauan intelektual dari
dunia empiris, tapi bisa juga
merupakan kesenjangan antara sema-
ngat ilmu—yang di antara keduanya
membentang kemunafikan, in-
konsistensi atau bentuk-bentuk
kelamisan lainnya.

Syair tidak bertanya kepada penyairnya.
Ilmu tidak menguak ilmiawannya.
Pembicaraan tidak menuntut
pembicaranya. Tulisan tidak meminta
bukti hidup penulisnya. Ide tidak
kembali kepada para pelontarnya.
Ibu yang duduk di hadapanku, ini
adalah kritik anak-anakmu sendiri.
Allah melaknat orang yang mencari
ilmu untuk ilmu.Al-‘ilmu lil-‘ilmi.

Ilmu menjadi batu, dan para pencari
ilmu menyembah bau-batu, berhala-
berhala yang membeku di perpustakaan
dan pusat-pusat dokumentasi serta
informasi.

betapa penting dokumentasi, tetapi ilmu tidak dipersembahkan kepada
museum apapun, melainkan kepada apa
yang bisa dikerjakan hari ini oleh para
penulis di lapangan, bukan di
kahyangan.
Ibu, tamparlah mulut anak-anakmu.
-EAN-

Tidak ada komentar: